SEJARAH GEOLOGI PAPUA
Geologi Papua merupakan priode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang pada tepi Utara Kraton Australia yang pasif yang berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir. Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut dalam dan mengendapkan batuan klatik kuarsa, termasuk lapisan batuan merah karbonan, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batugamping New Guinea yang berumur Miosen. Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai + 12.000 meter.
Pada Kala Oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di Papua, yang merupakan akibat dari tumbukan Lempeng Australia dengan busur kepulauan berumur Eosen pada Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit karbonan pada sisii benua membentuk Jalur �Metamorf Rouffae� yang dikenal sebagai �Metamorf Dorewo
Akibat
lebih lanjut tektonik ini adalah terjadinya sekresi (penciutan) Lempeng Pasifik
ke tas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua.
Pada Kala Oligosen
terjadi aktivitas tektonik besar pertama di Papua, yang merupakan akibat dari
tumbukan Lempeng Australia dengan busur kepulauan berumur Eosen pada Lempeng
Pasifik. Hal
ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus,
turbidit karbonan pada sisii benua membentuk Jalur �Metamorf Rouffae� yang dikenal sebagai �Metamorf Dorewo�. Akibat
lebih lanjut tektonik ini adalah terjadinya sekresi (penciutan) Lempeng Pasifik
ke tas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua.
Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah Orogenesa Melanesia yang berawal dipertengahan Miosen yang diakibatkan oleh adanya tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik.
Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat batuan sedimen Karbon-Miosen (CT), dan membentuk Jalur Aktif Papua. Kelompok Batugamping New Guinea kini terletak pada Pegunungan Tengah. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang komplek dengan kemiringan ke arah utara, sesar naik yang mengarah ke Selatan, lipatan kuat atau rebah dengan kemiringan sayap ke arah selatan Orogenesa Melanesia ini diperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen Tengah.
Dari pertengahan Miosen sampai Plistosen, cekungan molase berkembang baik ke Utara maupun Selatan. Erosi yang kuat dalam pembentukan pegunungan menghasilkan detritus yang diendapkan di cekungan-cekungan sehingga mencapai ketebalan 3.000 � 12.000 meter.
Pemetaan Regional yang
dilakukan oleh PT Freeport, menemukan paling tidak pernah terjadi tiga fase
magmatisme di daerah Pegunungan Tengah. Secara umum, umur magmatisme
diperkirakan berkurang ke arah selatan dani utara dengan pola yang dikenali
oleh Davies (1990) di Papua Nugini.
Fase magmatisme tertua terdiri dari terobosan gabroik
sampai dioritik, diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat dalam lingkungan
Metamorfik Derewo. Fase kedua magmatisme berupa diorit berkomposisi alkalin
terlokalisir dalam Kelompok Kembelangan pada sisi Selatan Patahan Orogenesa
Melanesia Derewo yang berumur Miosen Akhir sampai Miosen Awal. Magmatisme
termuda dan terpenting berupa instrusi dioritik sampai monzonitik
yang dikontrol oleh suatu patahan yang aktif mulai Pliosen Tengah sampai kini.
Batuan-Batuan intrusi tersebut menerobos hingga mencapai Kelompok Batugamping
New Guinea, dimana endapan porphiri Cu-Au dapat terbentuk seperti Tembagapura
dan OK Tedi di Papua Nugini.
Batuan terobosan di Tembagapura berumur 3 juta
tahun (McMahon, 1990, data tidak dipublikasikan), sedangkan batuan terbosan OK
Tedi berumur Pliosen akhir pada kisaran 2,6 sampai 1,1 juta tahun. Hasil
Penelitian yang dilakukan oleh Nabire Bhakti Mining terhadap 5 contoh batuan
intrusi di Distrik Komopa menghasilkan umur antara 2,9 juta tahun sampai
3,9 juta tahun. Selama Pliosen (7 � 1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua
dipengaruhi oleh tipe magma I � suatu tipe magma yang kaya akan komposisi
potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai
ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi. Selama pliosen (3,5 � 2,5 JTL) intrusi pada zona
tektonik dispersi di kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang
batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban
tektonik di bagian tepi utara lempeng Australia yang diakibatkan oleh adanya
pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi
landasan dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990),
Sebagai akibat benturan lempeng Australia dan Pasifik adalah terjadinya
penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen
diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan. Hasil
penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan
t*mbaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat � tempat konsentrasi
cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat pada lajur Pegunungan
Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM, Mata
Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa � Dawagu,
Mogo Mogo �
Obano, Katehawa,
Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma,
Kupai, Etna Paririm Ilaga. Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di
Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu dengan adanya busur kepulauan
gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari Waigeo Island (F.Rumai)
Batanta Islamd (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc), Yapen
Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya
logam, emas dalam bentuk nugget.
SETTING TEKTONIK
Setting Lempeng Tektonik Papua telah diulas oleh beberapa ahli geologi
seperti Dow dkk (1985), Smith (1990) dan Mark Closs (1990) dapat dijadikan
sebagai kerangka dalam menerangkan posisi dan sejarah tektonik.
Konfigurasi Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian
tepi utara Lempeng Australia, yang berkembang akibat adanya
pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng
Pasifik yang bergerak ke barat. Dua lempeng utama ini mempunyai sejarah evolusi
yang diidentifikasi yeng berkaitan erat dengan perkembangan sari proses
magmatik dan pembentukan busur gunung api yang berasoisasi dengan mineralisasi
emas phorpir dan emas epithermal. Menurut Smith (1990), perkembangan Tektonik
Pulau Papua dapat dipaparkan sebagai berikut:
Periode Oligosen sampai
Pertengahan Miosen (35� 5 JT)
Pada bagian belakang busur
Lempeng kontienental Australia terjadi pemekaran yang mengontrol proses
sedimentasi dari Kelompok Batugamping New Guinea selama Oligosen � Awal Miosen dan pergerakan lempeng ke
arah utara berlangsung cepat dan menerus.
Pada bagian tepi utara
Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas penunjaman, membentuk perkembangan
Busur Melanesia pada bagian dasar kerak samudera selama periode 44 � 24 Juta Tahun yang (JT). Kejadian ini
seiring kedudukannya dengan komplek intrusi yang terjadi pada Oligosen � Awal Miosen
seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan, Komplek Porphir West Delta � Kali Sute di Kepala Burung
Papua. Selanjutnya pada
Pertengahan Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada bagian tepi selatan
Lempeng Samudera Solomon dan pada bagian utara dan Timur Laut Lempeng
Australia. Kejadian ini membentuk Sabuk Ofiolit Papua dan pada bagian kepala
Burung Papau diekspresikan oleh adanya Formasi Tamrau.
Pada Akhir Miosen terjadi
aktivitas penunjaman pada Lempeng Samudera Solomon ke arah utara, membentuk
Busur Melanesia dan ke arah selatan masuk ke lempeng Australia membentuk busur
Kontinen Calc Alkali Moon � Utawa dan busur
Maramuni di New Guinea.
Periode
Miosen Akhir � Plistosen (15 � 2 JTL)
Mulai dari Miosen Tengah
bagian tepi utara Lempeng Australia di New Guinea sangat dipengerahui oleh
karakteristik penunjaman dari Lempeng Solomon. Pelelehan sebagian ini
mengakibatkan pembentukan Busur Maramuni dan Moon-Utawa yang diperkirakan
*berusia 18 � 7
Juta Tahun. Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya
prospek emas sulfida ephitermal dan logam dasar seperti di daerah Apha dan
Unigolf, sedangkan Maramuni di utara, Lempeng Samudera Solomon
menunjam terus di bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya penciutan ukuran
selama Miosen Akhir.
Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan lempeng Australia terus berlanjut
dan pengrusakan pada Lempeng Samudra Solomon terus berlangsung mengakibatkan
tumbukan di perbatasan bagian utara dengan Busur Melanesia. Busur tersebut
terdiri dari gundukan tebal busur kepulauan Gunung Api dan sedimen
depan busur membentuk bagian �Landasan Sayap Miosen� seperti yang diekspresikan oleh
Gunung Api Mandi di Blok Tosem dan Gunung Api Batanta dan Blok
Arfak. Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan kenampakan berbentuk sutur
antara Busur Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng Australia yang
diduduki oleh Busur Gunung Api Mandi dan Arfak terus berlangsung terus
hingga 10 juta tahun yang lalu dan merupakan akhir dan penunjaman dan
perkembangan dari busur Moon � Utawa. Kenampakan seperti
jahitan ditafsirkan dari bentukan tertutup dari barat ke timur mulai dari
Sorong, Koor, Ransiki, Yapen, dan Ramu � Zona Patahan Markam. Pasca tumbukan
gerakan mengiri searah kemiringan
ditafsirkan terjadi sepanjang Sorong, Yapen, Bintuni dan Zona Patahan
Aiduna, membentuk kerangka tektonik di daerah Kepala Burung. Hal ini
diakibatkan oleh pergerakan mencukur dari kepala tepi utara dari Lempeng
Australia. Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini
menggambarkan bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih muda
dibanding dengan bagian timur. Intensitas perubahan ke arah kemiringan tumbukan
semakin bertambah ke arah timur.
Akibat tumbukan tersebut memberikan perubahan yang sangat signifikan di
bagian cekungan paparan di bagian selatan dan mengarahkan mekanisme
perkembangan Jalur Sesar Naik Papua. Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi
dengan sesar serarah kemiringan konvergensi antara pergerakan ke utara lempeng Australia dan pergerakan ke barat lempeng
Pasifik mengakibatkan terjadinya resultante
NE-SW tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan pergerakan evolusi
tektonik Papua cenderung ke arah Utara � Barat sampai sekarang. Kejadian tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan yang
diakibatkan oleh tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini digambatkan
oleh irisan stratigrafi di bagian mulai dari batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen
dari bagian sisi utara Lempeng Australia yang membentuk Jalur Sesar Naik Papua.
Bagian tepi utara dari jalur sesar naik
ini dibatasi oleh batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai kejadian
pada Miosen Awal. Perbatasan bagian selatan dari sesar naik ini ditandai
oleh adanya batuan dasar Precambrian yang terpotong di sepanjang Jalur
Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran bahwa terjadi peristiwa
pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada 4 � 3,5 juta tahun yang lalu (Weiland, 1993).
Selama
Pliosen (7 � 1
juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma I �
suatu tipe magma yang kaya akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber
mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi. Selama pliosen
(3,5 � 2,5
JTL) intrusi pada zona
tektonik dispersi di kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang
batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban
tektonik di bagian tepi utara lempeng Australia yang diakibatkan oleh adanya
pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi
landasan dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990), Sebagai akibat benturan lempeng
Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi
sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan
dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen
dan mineralisasi dengan t*mbaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat �
tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat
pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg,
Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa �
Dawagu,
Mogo Mogo �
Obano, Katehawa,
Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma,
Kupai, Etna Paririm Ilaga. Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di
Aisijur dan Kali Sute. Sementara
itu dengan adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri
dari :Waigeo Island (F.Rumai) Batanta Islamd (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc), Yapen Island
(Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya logam,
emas dalam bentuk nugget.STRATIGRAFI
|
|
Pre-Kambrium-Paleozoikum
Di daerah Badan
Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap Formasi Awigatoh sebagai batuan tertua di Papua yang berumur
pre-Kambrium, juga disebut Formasi Nerewip oleh Parris (1994) di dalam lembar
peta Timika. Formasi ini terdiri dari batuan metabasalt, metavulkanik dengan
sebagian kecil batugamping, batuserpih dan batulempung. Formasi Awigatoh ini
ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem.
Formasi Kariem tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus dengan
batuserpih dan batulempung. Umur formasi ini ditafsirkan sekitar Awal
Paleozoikum atau pre-Kambrium yang didasarkan pada posisi stratigrafinya yang
berada di bawah Formasi Modio yang berumum ilur Devon. Penentuan umur Formasi
Modia dilakukan dengan metode fision track dari mineral zirkon
yaitu 650+ 6,3 juta tahun yang lalu (Quarles van Ufford,1996).
Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi
Kariem yang ditutupi secara disconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi
Tuaba tersusun oleh batupasir kuarsa berlapis sedang dengan sisipan
konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan berumur Awal Paleozoikum atau
pre-Kambrium.
|
||||||
Selanjutnya di atas Formasi Tuaba
dijumpai Formasi Modio yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian bawah
Anggota A yang didominasi oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik
dolostone berlapis baik. Sedangkan dibagian atasnya ditempati oleh Anggota B
yang terdiri dari batupasir berbutir halus dengan internal struktur seperti
planar dan silang siur, serta laminasi sejajar. Umur formasi ini ditentukan
berdasarkan kandungan koral dan fission track yang menghasilkan Silur-Devon.
Kontak formasi ini dengan Formasi Aiduna yang terletak di atasnya ditafsirkan
sebagai kantak disconformable (Ufford, 1996).
Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan sisipan
batubara, dan ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta,
dan secara stratigrafi formasi ini ditindih secara selaras oleh Formasi
Tipuma. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan fosil brachiopoda
yaitu Perm.
Di daerah
Kepala Burung atau Salawati-Bintuni, batuan dasar yang berumur Paleozoikum
terutama tersingkap di sebelah timur kepala Burung yang dikenal sebagai
Tinggian Kemum, serta disekitar Gunung Bijih Mining Access (GBMA) yaitu di
sebelah barat daya Pegunungan Tengah. Batuan dasar tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun oleh
batusabak, filit dan kuarsit. Formasi ini di sekitar Kepala Burung dintrusi
oleh bitit Granit yang berumur Karbon yang disebut sebagai Anggi Granit pada
Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum ditafsirkan terbentuk pada sekitar Devon
sampai Awal Karbon (Pigram dkk, 1982).
Selanjutnya
Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group Aifam. Di sekitar
Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim. Group ini terdiri dari
suatu seri batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di lingkungan
laut dangkal sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi
secara tidak selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro &
Luthfi, 1999).
Mesozoikum
Formasi Tipuma terdiri dari batulempung yang berwarna merah-kehijauan dan batupasir
kasar sampai halus yang berwarna abu-abu kehijauan dengan ketebalan sekitar
550 meter. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Trias Tengah sampai Atas dan
diendapkan dilingkungan supratidal.
Di daerah
Kepala Burung, Formasi Tipuma ditutupi secara tidak selaras oleh Kembelangan
Grup yang tak terpisahkan, dimana pada bagian atasnya di sebut Formasi Jass terdiri dari batupasir
kuarsa dan batulempung karbonatan; sedangkan di daerah Leher dan Badan Burung
Kembelangan Grup dapat dibagi menjadi 4 Formasi yaitu dari bawah ke aas
adalah Formasi Kopai (batupasir dengan
sisipan batulempung), Formasi (batupasir), Formasi Paniya (batulempung)
dan Formasi Eksmai (batupasir).
Kenozoikum
Grup
Batugamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua ke muada
adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai, Formasi Sirga dan
Formasi Kais.
Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupsir kuarsa
diendapkan di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen. Di
atas formasi ini diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari
batugamping berlapis tebal (sampai 15 meter) yang kaya fosil foraminifera,
batugamping lanauan dan perlapisan batupasir kuarasa dengan ketebalan sampai
5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500 meter.
Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang juga merupakan
sedimen yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi ini terdiri dari
batuan karbonat berbutir halus atau kalsilutit dan kaya akan fosil
foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur Eosen.
Formasi sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari
batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengnadung fosil foraminifera,
dan batuserpih yang setempat kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai
endapan fluvial sampai laut dangkal dan berumur Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais terutama
tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan dengan
lanau, batuserpih karbonatan dan batubara. Umur formasi ini berkisar antara
Awal Miosen sampai Pertengahan Miosen dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500
meter.
Miosen sampai Recent.
Pada Miosen sampai recent, di Papua dijumpai adanya 3 formasi yang
dikenal sebagai Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir seumur
dan mempunyai kesamaan litologi, yaitu batuan silisiklastik dengan ketebalan
sekitar 1000 meter. Ketiga formasi tersebut di atas mempunyai hubungan
menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai di daerah Badan Bururng pada bagian
bawahnya menjemari dengan Formasi Klasafat. Formasi Klasafat yang berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari
batupasir lempungan dan batulanau secara selaras ditindih oleh Formasi
Klasaman dan Steenkool.
Endapan
aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai endapan bajir,
terutama terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung dari
rombakan batuan yang lebih tua.
|
mas sumbernya mana...?
BalasHapus